DaunBali, Tabanan – Upacara keagamaan di Bali selalu diiringi dengan tradisi yang kaya akan makna dan simbolisme, seperti yang tergambar dalam prosesi karya Pitra Yadnya yang telah menjadi bagian penting dalam budaya Bali.
Prosesi karya Pitra Yadnya pada tingkat madyaning utama menampilkan serangkaian upacara sakral, termasuk mareresik, muspa, dan tarpanasaji. Di antara rangkaian upacara tersebut, tarian sakral Baris Kurkuwak, Baris Basang Gede, dan Baris Dadap memegang peran penting sebagai pengejawantahan dari ketatwaning yadnya (ritualisasi, musik, tarian, dan pemujaan).
Baris Kurkuwak, dengan kostum dari dedaunan pisang dan pelepah daun jaka, menggambarkan burung kurkwak yang memikat dengan kegagahan Sang Paksi Raja, yang dalam cerita mencari tirta Amertha atas perintah Hyang Bethara Wisnu. Di sisi lain, Baris Basang Gede, dengan kostum tetupengan dan tombak, mewakili Kingkira Bala Brahma yang juga mencari tirta kamandalu. Sementara itu, Baris Dadap, yang mengenakan kostum putih dan membawa perahu, melambangkan pengantar Sang Atma menuju suralaya.
Cerita di balik tarian ini mengisahkan pertemuan Sang Paksi dengan kelompok burung kurkwak dan Kingkira Bala Brahma dalam pencarian tirta kamandalu, serta pengawalan tirta tersebut oleh Baris Basang Gede untuk dihaturkan dalam yadnya.
Filosofi yang terkandung dalam tarian ini mencerminkan Tri Kona atau Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) yang merupakan hakekat proses kehidupan. Posisi penari dalam tarian juga memiliki makna tersendiri, dengan Baris Kurkuwak menari di hadapan Sanggah Tutuan, Baris Basang Gede di tengah, dan Baris Dadap di depan bale pawedan.
Melalui tarian sakral ini, masyarakat Bali menjaga dan merayakan warisan budaya mereka dengan penuh kehormatan dan kebanggaan. Tradisi ini bukan hanya sekadar upacara keagamaan, tetapi juga sarana untuk menggambarkan filosofi dan nilai-nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari.