DaunBali, Gianyar – Di tengah kekayaan budaya Bali yang begitu beragam, terdapat sebuah tradisi unik yang masih terpelihara dengan kuat di Banjar Buruan, Tampaksiring, Gianyar, Bali. Tradisi yang dikenal sebagai ‘Mesbes Bangke’ atau Mencabik Mayat telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat setempat selama bertahun-tahun.
Setiap kali seorang warga meninggal dan akan diaben secara personal, ritual Mesbes Bangke menjadi bagian tak terpisahkan dari prosesi perpisahan. Warga asli Banjar Buruan akan berkumpul di jalan-jalan desa, menanti kedatangan jenazah yang diusung dari rumah duka. Begitu jenazah terlihat, warga pun menyerbu dengan niatan untuk melaksanakan ritual mencabik. Sebagian warga sadar, namun ada juga yang terbawa dalam suasana setengah sadar, bahkan ada yang sampai menaiki jenazah.
Tradisi ini diyakini bermula dari kebutuhan untuk mengatasi bau tidak sedap jenazah yang belum diaben, terutama di masa lalu ketika formalin belum dikenal. Dalam upaya menghilangkan aroma busuk tersebut, warga secara bersama-sama mencabik-cabik tubuh jenazah dengan riang. Konon, aroma busuk itu akan hilang setelah ritual selesai.
Meskipun ritual Mesbes Bangke tetap dijalankan hingga saat ini, ada perubahan dalam penyelenggaraannya. Jenazah tidak lagi dibiarkan terbuka seperti dulu, melainkan dibungkus dengan tikar, kain, dan dirantai hingga berlapis-lapis. Langkah ini diambil untuk menghindari potensi penularan penyakit dari jenazah yang semasa hidupnya menderita penyakit menular.
Namun, dalam melaksanakan tradisi ini, ada beberapa pantangan yang harus dipatuhi. Pertama, jenazah tidak boleh jatuh ke tanah karena dapat mengakibatkan penyucian besar-besaran di daerah tersebut. Kedua, masyarakat di luar Banjar Buruan tidak diperkenankan untuk ikut serta dalam prosesi Mesbes Bangke, dan pelanggaran dapat berujung pada tindakan keras dari warga setempat.
Meskipun demikian, tradisi Mesbes Bangke tetap menjadi bagian penting dari warisan budaya Banjar Buruan, mengungkapkan kedalaman tradisi dan kekayaan budaya masyarakat Bali.