DaunBali, Gianyar – Tari Condong, sebuah tarian yang berkembang di kerajaan Bali, menampilkan pesona dan keanggunan pelayan istana yang melayani sang raja. Tarian ini bukan hanya sebuah penampilan seni, tetapi juga sebuah cerminan dari kekaguman pada kekuasaan raja serta kecantikan putri raja.
Sejarah Tari Condong dimulai dari mimpi Pangeran Sukawati pada pertengahan abad ke-19. Dalam mimpinya, Pangeran melihat dua gadis menari dengan anggun diiringi oleh gamelan khas Bali. Terinspirasi oleh mimpinya tersebut, Pangeran Sukawati menciptakan gerakan yang kemudian menjadi dasar dari tari condong.
Meskipun sejarah pasti penciptaan tari condong masih menjadi perdebatan, masyarakat Bali mempercayai bahwa tarian ini berasal dari mimpi Pangeran Sukawati yang mengidap sakit parah. Tari Condong kemudian berkembang di lingkungan kerajaan dan menjadi bagian penting dari kebudayaan Bali.
Dalam seni tari, gerakan memiliki peran utama dalam menyampaikan cerita. Gerakan dalam tari condong mencerminkan pelayan yang melayani rajanya, menggabungkan berbagai gerakan dari tari-tari tradisional Bali seperti panyembrama, legong, gambuh, dan arja.
Tari Condong sering menjadi pembuka dari pertunjukkan tari legong. Penari condong memasuki panggung terlebih dahulu tanpa menggunakan kipas, kemudian bergabung dengan penari legong dalam pertunjukkan. Biasanya, tarian ini memiliki durasi sekitar 15 menit.
Dalam bentuk tarian legong lasem, penari condong sering kali kembali ke panggung dengan menggunakan sayap gagak, yang dikaitkan dengan ramalan kematian Raja Lasem. Burung gagak dianggap sebagai pertanda kematian dalam kebudayaan Bali, memberikan elemen misteri yang mendalam pada pertunjukkan tari ini.
Tari Condong bukan hanya sekedar tarian, tetapi juga sebuah warisan budaya yang berharga bagi masyarakat Bali. Melalui pengajaran pada anak-anak, tari ini terus dilestarikan sebagai bagian tak terpisahkan dari kebudayaan Bali yang eksotis dan memesona.