Kemendikbudristek Jawab Kritik Mahasiswa Soal Kenaikan UKT di Perguruan Tinggi

Bagikan ke :

 

DaunBali, Pendidikan – Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie, memberikan tanggapan terkait kritik yang dilayangkan mahasiswa mengenai mahalnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi. Tjitjik menegaskan bahwa biaya kuliah yang harus dipenuhi mahasiswa adalah untuk menjamin mutu pendidikan yang tinggi.

Tjitjik menjelaskan bahwa pendidikan tinggi di Indonesia belum dapat disubsidi penuh oleh pemerintah seperti di beberapa negara lain. Hal ini disebabkan oleh bantuan operasional perguruan tinggi negeri (BOPTN) yang belum mencukupi semua kebutuhan operasional kampus.

Menanggapi protes terkait UKT, Tjitjik menyatakan bahwa pendidikan tinggi merupakan pilihan tersier dan tidak termasuk dalam program wajib belajar 12 tahun yang meliputi SD, SMP, dan SMA. “Pendidikan tinggi adalah tertiary education, jadi bukan wajib belajar. Artinya, tidak semua lulusan SLTA atau SMK harus masuk perguruan tinggi. Ini sifatnya adalah pilihan,” jelas Tjitjik pada Rabu (16/5) di Kantor Kemendikbud.

Pemerintah, lanjut Tjitjik, memprioritaskan pendanaan untuk pendidikan wajib 12 tahun. Perguruan tinggi tidak menjadi prioritas karena masih dikategorikan sebagai pendidikan tersier. “Pendanaan pemerintah untuk pendidikan difokuskan pada pembiayaan wajib belajar,” ujarnya.

Meski demikian, Tjitjik memastikan bahwa pemerintah tetap memberikan dukungan melalui BOPTN, meskipun jumlahnya belum bisa menutupi Biaya Kuliah Tunggal (BKT). Oleh karena itu, selisih biaya operasional dibebankan kepada mahasiswa melalui skema UKT, yang disesuaikan dengan kemampuan ekonomi masing-masing mahasiswa.

Kemendikbudristek telah menetapkan Permendikbudristek Nomor 2 tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi di PTN Kemendikbudristek. Dalam aturan tersebut, UKT golongan 1 ditetapkan sebesar Rp500 ribu dan golongan 2 sebesar Rp1 juta sebagai standar minimal. Selebihnya, besaran UKT ditentukan oleh masing-masing perguruan tinggi.

Tjitjik membantah bahwa saat ini ada kenaikan UKT. Menurutnya, bukan UKT-nya yang naik, tetapi ada penambahan kelompok UKT. “Ini sebenarnya bukan kenaikan UKT, tetapi penambahan kelompok UKT,” kata Tjitjik.

Belakangan ini, mahasiswa dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Universitas Negeri Riau (Unri), dan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan melakukan protes terhadap kenaikan UKT. Mahasiswa Unsoed, misalnya, memprotes kenaikan uang kuliah hingga lima kali lipat. Sementara di Universitas Negeri Riau (Unri), mahasiswa bernama Khariq Anhar memprotes ketentuan Iuran Pembangunan Institusi (IPI) dalam UKT yang harus dibayar mahasiswa Unri.

Kemendikbudristek terus berupaya untuk menemukan solusi terbaik dalam menanggapi protes mahasiswa ini, sembari tetap berkomitmen untuk menjaga standar mutu pendidikan tinggi di Indonesia.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *