DaunBali, Jembrana – Kesenian kendang mebarung, sebuah warisan budaya asli Jembrana, menghadapi tantangan dalam mempertahankan keberadaannya di tengah arus modernisasi zaman. Meskipun pernah mencapai puncak kejayaannya pada era 1970-an, kini kesenian ini berusaha bertahan melalui sebelas sekaa kendang mebarung yang masih aktif, salah satunya berasal dari Desa Pergung, Kecamatan Mendoyo.
Dipimpin oleh ketua Sekaa Kendang Mebarung Adnyana Tunggal, Desa Pergung, I Ketut Suandra, kelompok ini berusaha menjaga tradisi yang telah ada sejak tahun 1950-an. Namun, tantangan yang dihadapi tidaklah sedikit. Mulai dari minimnya minat generasi muda hingga keterbatasan sumber daya untuk perawatan alat musik.
Menurut Suandra yang dilansir dari detikBali, pembuatan satu buah kendang mebarung memerlukan sekitar 5 ekor dulang sapi pejantan yang berkualitas, menunjukkan betapa berharganya bahan baku untuk alat musik ini. Meskipun pernah menjadi hiburan utama dalam acara keluarga dan upacara adat seperti ngaben, kini kendang mebarung lebih sering digelar saat upacara keagamaan.
Dalam kelompok kendang mebarung, setiap anggota memiliki peran masing-masing dalam menabuh alat musik tradisional tersebut. Namun, dengan sebagian besar anggota sudah lanjut usia, tantangan untuk mendapatkan generasi muda yang tertarik mempelajari kesenian ini semakin besar.
Suandra berharap agar kesenian kendang mebarung dapat terus dilestarikan dan dibangkitkan oleh generasi saat ini. Namun, untuk mencapai hal tersebut, diperlukan dukungan dari masyarakat dan pemerintah setempat, baik dalam bentuk pembinaan maupun perawatan alat musik.
Kesenian kendang mebarung bukan hanya merupakan bagian dari sejarah dan identitas Jembrana, tetapi juga sebuah warisan budaya yang patut dijaga dan dilestarikan demi keberlangsungan seni dan kekayaan budaya Bali.