DaunBali, Gianyar – Bali tidak hanya terkenal dengan keindahan alamnya, tetapi juga dengan kekayaan budaya dan tradisi yang unik. Salah satu atraksi menarik yang menjadi daya tarik bagi para wisatawan adalah Mepantigan, sebuah tradisi seni bela diri tradisional yang masih lestari di pulau dewata.
Mepantigan adalah tradisi seni bela diri tradisional yang dapat ditemukan di kawasan Batubulan dan Ubud, Bali. Desa Batubulan terkenal dengan pengrajin patung batu padas dan pentas tari Barong, sedangkan Ubud dikenal dengan keindahan alam sawah terasering dan hasil karya seni yang mendunia. Tradisi Mepantigan ini memperlihatkan peserta bergumul dan saling banting di lumpur, dengan tujuan untuk menenangkan kekerasan di Bali.
Tradisi Mepantigan bertujuan untuk memeriahkan acara serta meredakan aksi kekerasan yang terjadi di Bali. Peserta, baik penduduk setempat maupun wisatawan asing, diajarkan untuk memiliki belas kasihan dan rasa hormat terhadap lawan mereka. Dengan penggunaan teknik kunci dan gerakan membanting, Mepantigan memiliki sedikit kemiripan dengan pencak silat tetapi lebih menekankan pada gerakan membanting.
Tradisi ini biasanya dilakukan di area persawahan atau tempat khusus yang berlumpur. Di Ubud, Mepantigan dilakukan di sawah, sedangkan di Batubulan, Pondok Mepantigan Bali menjadi tempat yang cocok. Wisatawan tidak hanya dapat menyaksikan atraksi ini, tetapi juga dapat ikut serta sebagai peserta, belajar menari, atau menikmati pergelaran seni dan kopi di Pondok Mepantigan.
Mepantigan diperankan oleh dua orang yang memulai pertandingan di sawah atau pantai. Pertandingan ini diawasi oleh wasit dan juri, dengan setiap ronde berlangsung selama tiga menit. Tradisi ini juga dilengkapi dengan alat pengukur waktu unik yang terbuat dari bambu yang terisi air.
Awalnya, tradisi Mepantigan ditemukan pada tahun 1930-an oleh seorang pemain taekwondo Bali yang bernama I Putu Winset Widjaya. Dia terinspirasi oleh teknik pencak silat dari pendekar tua Bali dan memadukannya dengan bela diri lain, menghasilkan Mepantigan yang kita kenal saat ini. Ia juga menciptakan alat pengukur waktu yang unik untuk tradisi ini.
Mepantigan bukan hanya sebuah tradisi lokal, tetapi juga telah menjadi kompetisi kelas dunia. Pada tahun 2010, lima negara luar ikut berpartisipasi dalam kompetisi Mepantigan di Bali, termasuk Denmark, Korea Selatan, Jepang, Belanda, dan Swedia. Keberhasilan Mepantigan dalam kompetisi internasional membanggakan masyarakat Bali dan diharapkan dapat meningkatkan pariwisata di daerah tersebut.
Tradisi Mepantigan adalah salah satu warisan budaya yang berharga bagi Bali. Dengan upaya menjaga dan mempromosikan tradisi ini, diharapkan dapat terus dilestarikan dan menjadi daya tarik wisata yang menarik bagi para pengunjung.