DaunBali, Nasional – Presiden terpilih, Prabowo Subianto, mengukuhkan koalisi pemerintahannya dengan merangkul dua partai politik, yakni PKB dan Partai NasDem. Kedua partai ini sebelumnya mendukung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dalam Pilpres 2024. Dengan bergabungnya PKB dan NasDem, Prabowo kini memiliki dukungan dari enam partai politik yang lolos ke DPR, termasuk Gerindra, Golkar, Demokrat, dan PAN.
Meskipun PKS memberi selamat kepada Prabowo-Gibran, PDIP belum menunjukkan sikap politiknya secara terbuka. Partai yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri itu masih belum melakukan pertemuan terbuka dengan Prabowo. Menurut beberapa pengamat politik, kemungkinan besar PDIP akan memilih menjadi oposisi terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran.
Direktur Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, menilai bahwa PDIP cenderung akan menjadi oposisi berdasarkan sinyal-sinyal yang dilontarkan partai tersebut, seperti gugatan di PTUN terhadap pencalonan Prabowo-Gibran. Selain itu, hubungan antara Megawati dengan Presiden Jokowi yang rusak juga menjadi faktor penentu.
“Tanda-tanda ini belum ditambah arahan PDIP meresmikan keluarnya Presiden Jokowi, Gibran, Bobby dari PDIP pasca putusan MK,” kata Agung dilansir CNNIndonesia.com, Jumat (26/4).
“Hal ini penting, karena kemenangan Prabowo-Gibran dalam pilpres kemarin sedikit-banyak dipengaruhi endorse tunggal Keluarga Solo,” sambungnya.
Meski dinilai bakal menjadi oposisi, pengamat politik meyakini bahwa PDIP masih dapat mengendalikan potensi perpecahan di internal partai. Megawati dianggap sebagai sosok kunci yang mampu meredam perpecahan tersebut, dan PDIP memiliki mekanisme partai yang dapat menyelesaikan perbedaan pandangan.
Terlepas dari potensi perpecahan, PDIP diyakini akan mendapat keuntungan lebih besar jika memilih menjadi oposisi. Sikap ini dianggap sebagai cara untuk merawat basis loyal konstituennya dan memperkuat citra partai sebagai pengawas pemerintahan yang berani. Meskipun demikian, mengambil sikap oposisi juga memiliki risiko kerugian, seperti kehilangan jabatan dan kekuasaan serta tekanan dari pemerintah.