DaunBali, Gianyar – Desa Pakraman Susut, sebuah komunitas yang mempertahankan tradisi leluhur dengan teguh, kembali menggelar tradisi Maedeng sebagai bagian dari persiapan menjelang perayaan Nyepi Caka 1940. Tradisi yang dilaksanakan dua pekan sebelum Nyepi ini melibatkan seluruh peternak sapi di desa tersebut, yang wajib menghadirkan godel mereka untuk dipilih sebagai persembahan dalam upacara Tawur Agung Kasanga.
Bendesa Pakraman Susut, I Wayan Sudarsa, menjelaskan bahwa setiap pemilik ternak sapi, tanpa terkecuali, membawa godel (anak sapi) miliknya untuk ikut serta dalam tradisi Maedeng. Tim seleksi yang terdiri dari prajuru desa kemudian melakukan seleksi untuk memilih sepasang godel terbaik, baik jantan maupun betina, yang akan dijadikan persembahan dalam upacara Tawur Agung Kasanga.
Tradisi Maedeng memiliki akar dalam cerita leluhur, di mana pada masa lampau, desa tersebut mengalami wabah penyakit mematikan dan paceklik yang berkepanjangan. Sebuah pawisik muncul, menyarankan agar warga desa mempersembahkan sepasang godel dalam setiap gelaran Tawur Kasanga. Keyakinan dan kepercayaan akan persembahan ini membuat tradisi Maedeng tetap dilestarikan hingga kini.
Bagi warga yang godelnya terpilih sebagai persembahan, ini dianggap sebagai sebuah kehormatan dan berkah dalam kehidupan mereka. Godel yang terpilih diyakini akan mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan derajatnya karena menjadi korban suci dalam upacara tawur. Sebagai pengganti, desa memberikan ganti rugi sesuai dengan harga di pasaran kepada pemilik godel.
Menurut Wayan Sudia, salah satu warga setempat, godel yang belum mengikuti tradisi Maedeng pantang untuk dijual karena diyakini akan mendapatkan musibah. Bahkan jika tidak dijual dan tetap dipelihara, juga diyakini akan mengalami kesialan. Keyakinan ini mendorong warga untuk tetap menjaga dan mengikuti tradisi Maedeng dengan penuh kesungguhan setiap tahunnya.