DaunBali, Tabanan – Sehari sebelum hari raya Nyepi, tepat pada hari pangrupukan sebelum matahari tenggelam, ada sebuah tradisi dari Banjar Pohgending, Desa Pitra, Kecamatan Penebel, Tabanan, yang dikenal sebagai “Siat Sambuk” atau Perang Serabut Kelapa. Sejak tahun 1995, ritual Siat Sambuk telah mengadopsi strategi perang modern.
Dalam tradisi ini, terdapat dua pasukan utama: pasukan “Serbu” yang bertugas melempar lawan, dan pasukan “Logistik” yang membawa sambuk yang sudah dibakar untuk dijadikan senjata oleh pasukan “Serbu”.
Pasukan Siat Sambuk dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Wong Kaja (kelompok utara) dan Wong Kelod (kelompok selatan). Kedua kelompok ini telah menyiapkan amunisi berupa tumpukan sambuk yang sudah dibakar. Dalam suasana yang dipenuhi semangat, para peserta muda-mudi saling melempar sambuk yang menyala, sembari diiringi oleh irama gambelan Bale Ganjur.
Meskipun diwarnai dengan semangat perang, uniknya, tidak ada luka ataupun kebakaran yang terjadi dalam ritual ini. Tradisi Siat Sambuk tidak hanya sebagai warisan dari leluhur, namun juga dipercayai sebagai sarana untuk menolak bala dan menetralisir hal-hal negatif dalam lingkungan desa.
Setelah ritual Siat Sambuk selesai, semua pasukan berkumpul di pertigaan desa. Mereka saling memberi tirta, bersalaman, dan merangkul satu sama lain, seolah-olah tidak ada pertempuran yang baru saja terjadi. Tradisi ini menjadi bukti kekayaan budaya Bali yang tetap terjaga dan dilestarikan dengan penuh kebanggaan.